Flamingballofwreckage.net – Fenomena doom spending tengah menjadi perhatian di kalangan pengamat ekonomi, terutama di kalangan generasi muda atau Gen Z. Dalam konteks ketidakpastian global yang meningkat, banyak pihak meramalkan kelesuan dalam tingkat konsumsi. Namun, Gen Z justru menunjukkan kecenderungan untuk lebih banyak menghabiskan uang, yang seringkali diartikan sebagai perilaku konsumtif yang melampaui batas, dengan istilah doom spending.
Doom spending terjadi ketika individu, yang merasa masa depannya tidak pasti, memilih untuk “menikmati hari ini” sebagai bentuk pelampiasan terhadap kecemasan dan stres. Perilaku ini berimplikasi positif terhadap pertumbuhan sektor riil, digital, serta kreatif, karena meningkatkan permintaan di berbagai lini usaha.
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, sering kali terpapar informasi negatif melalui media sosial, imbas dari ketidakpastian pekerjaan, serta beban biaya hidup di kota-kota besar. Penelitian dari McKinsey menunjukkan bahwa kelompok usia ini lebih rentan terhadap perilaku doom spending dibandingkan generasi sebelumnya.
Namun, di tengah perilaku ini, terdapat pula upaya dari Gen Z untuk menerapkan strategi finansial yang lebih cerdas. Beberapa di antaranya mengadopsi konsep “loud budgeting” dan “soft savings” untuk mengelola pengeluaran mereka secara lebih bijak. Oleh karena itu, peningkatan literasi finansial sangat diperlukan, agar generasi ini mampu menikmati hidup tanpa merugikan masa depan mereka.
Dengan penguatan literasi keuangan dan pemahaman terhadap pilihan investasi, Gen Z tidak hanya akan berperan sebagai konsumen impulsif, tetapi juga sebagai agen perubahan ekonomis yang dapat memperkaya inovasi serta mendorong ketahanan ekonomi di masa-masa penuh ketidakpastian.