28 Agustus 2025 – Intelektual Muslim Ibnu Khaldun (1332-1408) mengemukakan pandangannya tentang tanda-tanda kehancuran suatu negara, salah satunya adalah semakin meningkatnya jumlah dan ragam pungutan pajak yang dibebankan kepada rakyat. Menurutnya, pajak merupakan tanggung jawab yang seharusnya sejalan dengan syariat, seperti zakat, pajak bumi (kharaj), dan pajak kepala (Jizyah) yang digunakan untuk pembangunan negara.
Ibnu Khaldun menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menetapkan pajak, yang mana masyarakat diharapkan untuk mematuhi peraturan tersebut. Dalam konteks keagamaan, hal ini merujuk pada Surah An-Nisa Ayat 59 yang menyatakan pentingnya ketaatan kepada pemimpin. Dia menekankan bahwa pajak yang dibebankan harus adil agar masyarakat dapat termotivasi untuk bekerja lebih giat.
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam masa lalu, keuangan negara diperoleh dari berbagai sumber, termasuk harta rampasan perang, zakat, dan hadiah dari negara sahabat. Namun, beberapa sumber tersebut tidak lagi dapat diterapkan saat ini, sehingga pajak menjadi salah satu cara untuk mendanai belanja negara.
Perselisihan mengenai pemungutan pajak di kalangan ulama masih berlangsung, terutama terkait kewajiban masyarakat terhadap negara. Sebagian ulama berpendapat bahwa kewajiban tersebut hanya mencakup zakat, sementara yang lain menilai pajak juga diperlukan sebagai sumber pendapatan yang adil bagi negara.
Dalam konteks ini, Ibnu Khaldun memberikan perspektif bahwa meskipun pajak diperbolehkan, pemerintah harus memastikan bahwa perubahan dalam kebijakan pajak tidak menimbulkan beban berlebihan bagi rakyatnya.