29 Juni 2025 – Penggunaan teknologi bahasa lokal kini semakin menjadi sorotan setelah hasil survei nasional terbaru menunjukkan bahwa penerjemahan mesin dan sistem retrieval informasi menjadi prioritas utama masyarakat penggiat bahasa daerah. Temuan ini diperkaya oleh beragam masukan terkait antusiasme penggunaan teknologi, sekaligus keprihatinan soal privasi, potensi bias, dan penggunaan data publik dalam pengembangan sistem berbasis AI.
Apa hasil utama survei kebutuhan teknologi bahasa lokal
Dalam survei ini, responden di seluruh nusantara diminta mengidentifikasi kebutuhan mereka terhadap teknologi bahasa. Mayoritas menyebut penerjemahan mesin sebagai aspek utama, disusul fungsi retrieval (pengambilan informasi). Kombinasi kedua fungsi tadi dianggap mampu menjembatani kesenjangan pemahaman dan akses informasi antara bahasa daerah dan bahasa besar.
Penerjemahan mesin jadi kebutuhan primer
Sebagian besar orang yang diwawancarai menyatakan perlunya alat penerjemah otomatis yang dapat menjembatani percakapan antara bahasa daerah (seperti Jawa, Sunda, Bugis, dan lainnya) dan bahasa Indonesia atau Inggris. Mereka berharap sistem ini bisa mendukung pendidikan, komunikasi lintas daerah, hingga pelestarian budaya inheren dalam dialek lokal.
Retrieval informasi lokal sangat diharapkan
Selain penerjemah, sistem pencarian informasi yang mampu mengenali konteks bahasa daerah dianggap penting. Pengguna menginginkan agar AI tidak hanya menerjemahkan, tetapi juga membantu mencari dan menampilkan informasi (artikel, panduan lokal, dokumen adat) yang relevan menggunakan bahasa asal mereka.
Antusiasme tinggi, tapi muncul kekhawatiran soal privasi
Survei juga menunjukkan dukungan kuat dari masyarakat atas pengembangan teknologi bahasa, yang dianggap sebagai jalan maju untuk pelestarian budaya dan akses informasi. Namun ada juga sorotan soal:
-
Privasi data – banyak responden khawatir data percakapan atau tulisan mereka dapat disalahgunakan.
-
Bias algoritma – kekhawatiran bahwa model AI akan menampilkan distorsi makna jika basis data pelatihan tak mewakili ragam dialek dan penggunaan asli.
-
Penggunaan data publik – warga berharap ada batasan dan izin eksplisit sebelum data mereka diambil untuk pelatihan.
Peneliti: transparansi & komunikasi jadi kunci
Para peneliti yang menginisiasi survei menekankan bahwa pengembangan teknologi bahasa lokal harus didasarkan prinsip-prinsip transparansi dan kolaborasi. Mereka mendorong beberapa langkah strategis:
-
Melibatkan penutur asli dalam fase desain dan pengujian sistem.
-
Menyediakan dokumentasi terbuka tentang pengumpulan data, tujuan penggunaan, serta mitigasi resiko privasi.
-
Membangun saluran dialog berkelanjutan antara pengembang, pemerintah, dan komunitas bahasa lokal.
Pendekatan seperti ini diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan publik serta meminimalkan keraguan atas bias atau penyalahgunaan teknologi.
Bagaimana teknologi lokal bisa dijalankan perlahan tapi pasti
Langkah konkrit yang disarankan antara lain:
-
Mengembangkan pilot project penerjemahan bahasa khusus regional.
-
Menyusun dataset annotated bersama guru lokal dan budayawan.
-
Membuat modul retrieval sederhana untuk informasi lokal di museum, arsip daerah, dan situs budaya.
Model bertahap ini diyakini lebih efektif daripada langsung meluncurkan sistem besar tanpa keterlibatan komunitas.
Tantangan teknis dan infrastruktur di daerah terpencil
Infrastruktur masih menjadi kendala utama. Di banyak wilayah, ketersediaan internet terbatas, akses perangkat juga tinggi angkanya rendah. Untuk itu, peneliti menyarankan:
-
Mengoptimalkan model agar dapat dijalankan secara offline di smartphone entry-level.
-
Menggunakan algoritma kompresi dan caching agar data penggunaan lokal dapat tetap cepat diakses saat sinyal lemah.
Dukungan pemerintah & kolaborasi lintas sektor
Kerjasama multisektor sangat dibutuhkan. Pemerintah diharapkan dapat:
-
Menyediakan dana riset bagi perguruan tinggi dan startup teknologi lokal.
-
Membuka akses data publik (misalnya naskah lama, arsip budaya) selaras dengan regulasi perlindungan data.
-
Memfasilitasi integrasi teknologi bahasa ke dalam layanan publik seperti pendidikan, pariwisata, dan dokumentasi budaya.
Kolaborasi dengan swasta dan lembaga nonprofit juga krusial untuk mewujudkan ekosistem teknologi bahasa yang inklusif.
Tren global dan posisi teknologi bahasa lokal Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar di tengah letupan teknologi linguistik global. Negara dengan lebih dari 700 bahasa lokal, Indonesia menjadi laboratorium ideal pengembangan NLP low-resource. Tren internasional menunjukkan kebutuhan untuk teknologi penerjemahan dan retrieval yang memperhatikan aspek etis dan inklusivitas.
Dari survei ke implementasi nyata teknologi bahasa lokal
Rangka tindakan yang diharapkan meliputi:
-
Prioritaskan fitur penerjemah & pencari informasi lokal.
-
Bentuk tim multi-disiplin (linguistik, AI, budaya).
-
Jalankan proyek uji coba di beberapa provinsi.
-
Publikasi hasil dan dapatkan masukan masyarakat.
-
Rancang model berkelanjutan dan mudah diakses.
Kesimpulan: pentingnya sinergi untuk sukses teknologi bahasa lokal
Survei ini memberikan gambaran jelas: penerjemahan mesin dan retrieval informasi bukan sekadar fitur, melainkan kebutuhan dasar pengguna bahasa lokal. Semangat penggunaan teknologi sangat positif, tetapi harus diimbangi dengan perhatian serius terhadap privasi, potensi bias, dan penggunaan data.
Keberhasilan pengembangan teknologi bahasa lokal bergantung pada keterlibatan aktif komunitas, transparansi proses, dan dukungan nyata dari pemerintah serta sektor swasta. Jika semua elemen ini bersinergi, solusi teknologi yang lahir akan benar‑benar inklusif, berbudaya, dan berdampak positif bagi seluruh masyarakat.
Dengan langkah strategis, Indonesia bisa menjadi pelopor teknologi bahasa yang menghargai keanekaragaman serta menjunjung tinggi prinsip keadilan, kepercayaan, dan kemanfaatan untuk masyarakat luas.