Flamingballofwreckage.net – Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru-baru ini telah menuai kritik tajam, di mana sejumlah pihak menilai bahwa perubahan tersebut tidak mencerminkan kebutuhan reformasi peradilan, melainkan mengadopsi gagasan yang sebelumnya terkandung dalam RUU Kepolisian 2024 yang ditolak publik.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung YLBHI pada Sabtu (22/11), mengungkapkan bahwa beberapa pasal dalam draf KUHAP adalah hasil “impor” dari konsep lama RUU Kepolisian. Ia menyoroti penggunaan istilah “penyidik utama” yang disebutkan dalam draf, yang mengindikasikan dominasi kepolisian dalam penyidikan kasus.
Isnur mengemukakan bahwa meskipun draf akademik RUU Polri mengklaim merujuk pada tiga putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tidak ada putusan MK yang menegaskan bahwa kepolisian sebagai penyidik utama. “Putusan MK justru menegaskan kesetaraan dalam proses penyidikan,” ujarnya menegaskan penolakannya terhadap klaim tersebut.
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan legitimasi akademik dari istilah “penyidik utama” yang termuat dalam KUHAP, dan menyatakan bahwa istilah itu tidak memiliki dasar konstitusional serta tidak dikenal dalam sistem peradilan yang ada. “Pertanyaan yang mendasar adalah dari mana dan apa dasar akademiknya?” tanya Isnur.
Isnur menegaskan bahwa narasi kepolisian sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum harus dipahami secara komprehensif, merujuk pada Pasal 30 dan Pasal 24 UUD 1945, di mana penyidikan seharusnya berada di bawah kekuasaan kehakiman. Ia menuntut agar wacana ini tidak dipahami sepihak agar tidak terjadi monopoli dalam proses penyidikan.