Flamingballofwreckage.net – Israel berusaha menciptakan ketegangan baru di Gaza dengan memicu konflik internal. Dalam konteks mendekati gencatan senjata, Yasser Abu Shabab, pemimpin geng proksi yang memiliki kaitan dengan ISIS, meminta “perlindungan internasional”. Tuntutan ini muncul sebagai bentuk ketakutan akan kemungkinan penangkapan akibat dugaan penjarahan bantuan dan kolaborasi dengan Israel.
Militer Israel menolak permintaan perlindungan tersebut dan berencana untuk membiarkan geng-geng ini terisolasi. Hal ini sejalan dengan rencana Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam mempertahankan lebih dari 58% wilayah Gaza. Meski demikian, Israel menggunakan kelompok-kelompok ini untuk memperpanjang konflik dengan metode yang berbeda, termasuk memprovokasi situasi sipil yang tidak stabil.
Sejak beberapa bulan terakhir, Israel mengembangkan berbagai geng yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Husam al-Astal dan Ashraf al-Mansi. Geng-geng ini, yang didanai dan dilindungi oleh Israel, memainkan peran penting dalam menyabotase konvoi bantuan yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat Gaza. Israel menerapkan berbagai strategi, antara lain merusak tatanan sosial, melaksanakan misi intelijen, dan mengalihkan perhatian terhadap dampak negatif dari kebijakan mereka.
Taktik yang diterapkan Israel dalam mengelola geng-geng ini mengingatkan pada strategi yang digunakan selama konflik di Lebanon pada tahun 1982. Dengan menciptakan ketegangan internal di kalangan warga Palestina, Israel berupaya mempertahankan kekuasaan sambil menyalahkan situasi sulit di Gaza pada pihak-pihak lain. Penggunaan kelompok-kelompok ini diharapkan memungkinkan Israel untuk tetap berada di belakang layar, sekaligus menutupi dampak dari kebijakan dan tindakan mereka di wilayah tersebut.